Copyrights patricia michelle |
Ada sebuah pepatah yang pernah saya baca dalam buku mengenai traveling, bahwa "sesungguhnya pengalaman paling berkesan dalam sebuah perjalanan itu bukanlah saat kamu telah tiba di tujuanmu, melainkan pada saat proses perjalanan itu sendiri sebelum tiba di tujuan."
Kalimat-kalimat itu tertulis di dalam buku setebal sekitar 300 halaman di antara kalimat-kalimat lainnya. Namun barisan pepatah itu yang terus membekas dalam hati saya. Menurut saya hidup saya merupakan sebuah perjalanan, dan yang membuat hidup saya berarti adalah proses dalam mencapai tujuan hidup saya. Proses saat saya jatuh dan bangkit lagi, orang-orang yang saya temui, dan pengalaman yang mendewasakan saya yang membuat hidup penuh makna.
Sesuatu Yang Tidak Pernah Terpikirkan
Awal bulan Januari 2015, saya dan teman-teman angkatan di kampus saya dikumpulkan dalam ruang Audio Visual. Hari itu pengarahan untuk praktik kerja lapangan semester 5 dan 6 dibekalkan kepada kami. Beberapa senior memberikan sharing pengalaman mereka selama training di beberapa kota. Kami diberikan 3 pilihan kota, dimana kami akan melakukan training nanti, Jakarta, Bali, atau Batam?
Jauh sebelum hari itu, saya dan teman-teman sekelas sudah sering membincangkan persoalan mengenai praktik kerja lapangan ini. Pilihan saya semula sudah jelas, Bali. Buat saya yang suka bersenang-senang dan menikmati hidup, Bali pasti adalah tempat yang paling cocok untuk saya. Siapa yang tidak terpikat dengan pesona Pulau Dewata? Namun setelah mendengar sharing dari beberapa senior, tiba-tiba suara hati saya berkata lain, bahwa kesempatan PKL ini merupakan kesempatan saya untuk belajar dan keluar dari zona nyaman, apalagi zona main-main. Hati saya tersentil, dan ada suara di dalam hati saya untuk memilih Batam. Kota yang pada waktu itu saya pun tidak tahu lokasi di peta Indonesia persisnya di sebelah mana.
Sore hari itu ketika saya pulang, saya menyampaikan niat saya kepada orangtua saya. Mama saya langsung setuju dan mendukung saya. Beliau bilang bahwa ini kesempatan yang baik untuk membuat saya jadi mandiri. Papa saya yang biasanya cuek dengan keputusan yang saya ambil, saat itu merasa khawatir dengan keputusan saya kali ini. Beliau tidak bilang dengan saya secara langsung, namun tanggapan yang ia berikan menunjukkan kekhawatirannya. Ia mulai mencari tahu apakah ada kenalannya yang tinggal di Batam, dimana alamat perusahaan tempat saya bekerja, bagaimana kondisi daerah yang nantinya akan saya tempati, dan lain sebagainya, sampai akhirnya dia bertanya pada saya, apakah saya yakin mau PKL di Batam. Tapi saat itu tekad saya sudah bulat dan saya yakin bahwa segala keputusan saya, Tuhanlah yang akan bimbing langkah saya. Toh Batam masih sama-sama WIB kan. Saya meyakinkan dia bahwa saya telah mempertimbangkannya matang-matang.
Segalanya telah saya persiapkan dari awal, mulai dari mencari Kos-kosan via online dan nomor hp yang diberikan oleh senior-senior, sampai nomor supir taksi dan ojek yang bisa dijadikan langganan sudah tersimpan di dalam hp saya. Barang-barang yang saya rasa perlu sudah tersusun rapih di dalam 1 koper besar dan 1 koper kecil. Satu bulan terakhir kamar saya di rumah tidak pernah saya pakai untuk tidur. Saya manfaatkan malam-malam terakhir saya untuk tidur bersama keluarga saya dalam 1 kamar.
Sampai tiba akhirnya tanggal 28 Februari, saya berangkat menuju Batam bersama teman sekelas saya yang sama nekatnya dengan saya. Baiknya Tuhan, ternyata kawan saya ini punya kenalan alumni kampus yang berdomisili di Batam. Ia menawarkan untuk menjemput kami di Bandara Hang Nadim Batam dan mengantar sampai kost tempat kami akan tinggal. Hari itu ia dan suaminya menjemput kami, bahkan mentraktir kami makan dan menemani kami berbelanja kebutuhan kost seperti sapu dan sebagainya. Saya sangat bersyukur saat itu karena bantuan yang mereka berikan, hingga saat hari pertama saya masuk kerja, saya baru menyadari bahwa suami dari kenalan teman sekelas saya itu adalah manager saya, dan istrinya bekerja sebagai staff di kantor yang sama dengan tempat saya PKL (Banyak yang bilang hal ini merupakan suatu kebetulan, namun saya percaya bahwa ini adalah satu dari rencana Tuhan. Kalau kamu menganggap ini sebuah kebetulan, kamu akam menemukan banyak kebetulan lainnya dalam tulisan ini). Setelah itu, mereka menjadi guru, motivator, dan teman baik saya selama di Batam.
Luar Biasa CiptaanNya
Saya sangat menyukai atmosfer di dalam Kantor tempat saya bekerja. Suasana kerja tidak sekaku yang saya bayangkan. Di waktu-waktu sepi telepon atau tamu yang datang ke kantor, kami, antar rekan-rekan kerja sering berbagi cerita dan pengalaman. Ada dua teman kantor saya yang sedang mengandung saat itu. Keduanya mengandung anak pertama. Ada perasaan excited dalam hati mereka yang menular, membuat saya yang mendengar pengalaman mereka ikut merasakan sukacita. Perasaan menanti kehadiran seseorang yang mereka rindukan adalah perasaan yang indah. Di suatu waktu, saya mendapat kesempatan untuk menemani satu dari mereka melakukan USG dan check up ke dokter. Ia memperlihatkan saya hasil USGnya. Terlihat jelas dalam lembaran hitam mengkilap itu, ada sosok bayi mungil yang tidur dengan tenang di dalam rahim ibunya. Usia kandungannya empat bulan. Jari-jari tangan dan kakinya nampak jelas. Saat itu saya menyadari betapa luar biasanya ciptaan Tuhan. Saya membayangkan perasaan mama saya ketika mengandung saya, menantikan saya lahir ke dunia. Saya meneteskan air mata diam-diam waktu itu.
Hadir Melalui Orang-Orang PilihanNya
Minggu-minggu pertama tinggal di Batam, saya mulai memiliki kerinduan untuk berkomunitas. Berhubung sebelumnya di Jakarta saya aktif dalam Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM), dengan penuh harapan saya mencari tahu apakah ada komunitas tersebut di pulau ini. Saya bertanya kepada beberapa teman satu komunitas saya di Jakarta, dan mereka memberikan satu nomor hp seseorang yang pernah aktif di KTM Jakarta dan saat ini tinggal di Batam. Saya merasa sedikit kecewa ketika saya hubungi dia, bahwa ternyata di Batam tidak ada komunitas tsb. Ia pun mengajak saya untuk ikut Persekutuan Doa Karismatik Katolik di gereja. Walaupun sama - sama berspiritualitas karismatik, saya tahu bahwa dua komunitas ini berbeda. Saya mencari komunitas kecil (sel) di mana saya dapat bertukar sharing dan dekat satu sama lain dengan antar anggotanya. Karena tidak enak menolak, akhirnya saya ikut juga. Dia rajin mengajak saya ikut kegiatan di PDKK dan banyak bercerita mengenai kehidupan dan kebiasaan orang-orang di Batam. Dia adalah teman pertama saya di Batam setelah rekan kerja di kantor. Mungkin kalau saat itu saya menolak ajakannya, saya tidak bertemu dengan teman-teman baru lainnya, yang begitu membuat hidup saya di Batam berarti.
Dua bulan sudah saya lewati. Suatu malam ketika saya mengikuti Seminar Hidup Baru dalam Roh, saya duduk di kursi paling belakang gereja, menghadap altar. Tiba-tiba seorang laki-laki yang lebih muda dari saya datang menghampiri saya. Dengan wajah ceria ia bertanya, apakah saya tergabung dalam KTM. Saya kaget bercampur senang menemukan domba hilang yang sama-sama mencari gembalanya. Malam itu kami bertiga memutuskan untuk membuat pertemuan doa dan sharing rutin setiap minggunya. Dari tiga, enam, tujuh, hingga sepuluh orang berkumpul bersama untuk tukar pengalaman dan berdoa bersama. Di luar jam kerja, saya banyak menghabiskan waktu bersama mereka, entah sekedar makan malam, nonton bioskop, karaoke, jalan-jalan ke pantai, hingga misa di gereja. Padahal sebelum berangkat ke Batam saya sempat berpikir bahwa saya bisa mati bosan di sini karena banyak waktu senggang, sampai saya menyiapkan stock buku dan film untuk menghabiskan waktu di kost. Nyatanya saya lebih banyak menghabiskan waktu saya di luar bersama teman-teman baru.
Saya mengetahui bahwa bertemu dan mengenal orang-orang di sini akan menghadirkan saat di mana saya harus berpisah dengan mereka. Namun faktanya, bukan saya yang akan meninggalkan mereka lebih dulu, melainkan mereka yang lebih dulu pergi satu per satu. Saya tidak pernah menyangka, bahwa dalam waktu saya yang dapat dibilang sebentar di batam (hanya enam bulan), saya mengalami banyak sekali momen perpisahan dengan teman-teman baik saya di sini yang membuat saya sedih. Mulai dari 'adik-adik' saya yang akan melanjutkan studi, satu akan ke jerman dan berangkat ke surabaya untuk persiapan lebih dulu, satu ke surabaya, dan satu lagi akan ke china dalam waktu dekat. Kemudian teman pertama saya yang menjawab panggilan Tuhan untuk masuk biara di Lembah Karmel, hingga teman saya yang resign kerja dan pulang ke Jakarta karena masalah rumah tangganya. Tangis, tawa, pelukan dan doa sudah kami lalui bersama. Di saat-saat itu saya menyadari bahwa tidak ada sesuatu di dunia ini yang abadi. Walaupun demikian, saya tidak pernah menyesal mengenal mereka, karena saya percaya bahwa Tuhan mengulurkan tangannya lewat orang-orang di sekitar saya, dan ia sendiri yang ada di dalam hati saya tidak akan pernah meninggalkan saya.
Kasih yang Tak Terbatas
Pernah sekali waktu saya merasakan kerinduan luar biasa dengan keluarga saya di Jakarta. Saya merasa iri ketika melihat teman-teman saya di sini berkumpul bersama keluarganya. Saat mereka makan atau menghabiskan liburan dengan keluarganya, saya sendiri sebatang kara di pulau kecil ini. Tidak punya kendaraan, tidak punya keluarga di sini. Di saat seperti itu rasanya saya ingin angkat kaki dan terbang pulang ke Jakarta.
Saya tidak jarang melontarkan keinginan saya untuk jalan-jalan bersama teman-teman saya di sini karena kesepian. Walaupun saya tahu mereka punya keluarga di sini, tapi siapa tahu saya bisa menyusup sedikit di dalam jadwal kegiatan mereka. Maka saya seringkali kepo menanyakan kabar lewat whatsapp atau line, mengajak mereka untuk pergi di hari libur. Di hari terakhir bulan Mei, hari Minggu yang cerah akhirnya saya diajak teman saya pergi doa rosario di Pulau Galang. Kami pergi berempat menggunakan satu mobil. Hari itu pertama kalinya selama saya di Batam, saya ingin hari itu berjalan pelan-pelan. Saya menikmati betul saat-saat bersama mereka dengan pemandangan ciptaan Tuhan yang sangat indah. Kami mengunjungi beberapa tempat di Pulau Galang, mengambil banyak foto, dan bermain di pantai. Sorenya saya diajak ke biara SSCC di Tanjung Piayu. Kami berbincang-bincang dengan salah satu romo di sana. Saat kami berjalan-jalan di halaman biara, kami bertemu dengan ibu dari teman saya yang juga ikut jalan-jalan seharian bersama saya. Ia memeluk teman saya dengan penuh kasih. Saya menundukkan kepala. Andai orangtua saya ada di situ, saya akan peluk mereka erat-erat. Saat saya menegakkan kepala saya kembali, tidak saya sangka bahwa ibu teman saya itu berjalan ke arah saya dan memeluk saya juga. Beliau berkata "Sini yang kangen sama orangtua, tante peluk juga", seolah-olah Tuhan mendengarkan isi hati saya dan menyampaikannya kepada beliau. Berkali-kali saya pun disadari bahwa seberapapun besar saya mengalami sakit hati di dalam keluarga saya, merekalah tempat dimana saya dapat kembali. Merekalah yang sangat mengasihi saya dan yang paling saya rindukan.
Di saat-saat saya mengalami kesulitan dan kebimbangan, saya merasa Tuhan selalu buka jalan keluar untuk saya. Saya yang nyaris dijambret, tapi Tuhan selamatkan saya. Saat saya mau pindahan kost, manajer saya menawarkan bantuan. Saat saya harus pulang tengah malam sehabis bawa tour, teman saya menawarkan diri untuk menjemput. Saat saya harus jalan subuh-subuh untuk menjemput client, ada ojek yang lewat di depan saya. Saat saya lelah dalam pekerjaan, selalu ada keluarga dan teman-teman yang mendukung dan menyemangati saya. Saat saya merasa ditinggalkan orang-orang yang saya kasihi, datang orang-orang baru yang mengasihi saya. Ibarat gelas kosong yang selalu direfill, seperti itulah saya selalu dibanjiri kasih Tuhan yang tiada habisnya.
Saat ini tersisa 2 minggu lagi sebelum saya kembali ke Jakarta, dan saya ingin menikmati proses-proses terakhir selama di Batam, pulau kecil yang menjadi pelajaran besar dalam hidup saya. Syukur hanya saya berikan pada Tuhan yang selalu berjalan menuntun sepanjang hidup saya.
Batam,
15 Agustus 2015
Batam,
15 Agustus 2015
0 comments:
Post a Comment