Get me outta here!

Saturday, July 30, 2016

Lomba Lumba Lumba Lovina

(Tulisan ini dibuat untuk semua orang yang mau peduli terhadap wisata laut Indonesia.)

Lovina Inn 27 Juni 2016

Dalam setiap perjalanan, entah itu travelling, mengunjungi keluarga atau sahabat, saya yakin pasti ada sebuah moment (atau mungkin banyak) yang tiba-tiba datang di luar ekspektasi. Sesuatu yang mendadak atau di luar rencana, bagi saya justru menjadi hal yang paling berkesan dan diingat terus sepanjang hidup saya. Moment tidak terduga ini bisa menjadi hal yang menyenangkan, menegangkan, atau bahkan menakutkan dan menyedihkan.

Akhir bulan juni lalu, saya dan keluarga saya mengambil waktu untuk berlibur di Bali. Karena waktu liburan kami cukup singkat, hanya 4 hari, saya sudah membuat agenda perjalanan dari minggu-minggu sebelum keberangkatan. Mayoritas tempat yang akan kami kunjungi sudah pernah saya kunjungi sebelumnya (ini kali ke 5 saya berkunjung ke Bali). Dengan waktu yang terbatas pula, akhirnya kami memutuskan untuk mengeksplorasi hanya bagian selatan dan tengah Bali. 

Selama 4 hari, kami ditemani Bli Yudha, driver sekaligus guide yang rupanya sangat membantu kami dalam mengambil keputusan. Di hari pertama, saat menjelang sore, beliau bertanya kepada saya, kenapa tidak sekalian ke Lovina. Kami menginap di daerah Kuta selama 3 malam, jadi tidak memungkinkan lah kalau kesana. Selatan ke Utara akan memakan waktu cukup lama. Agenda perjalan kami yang terjauh hanya sampai di Beratan (Ulun Danu). Sebenarnya saya ingin sekali pergi kesana, kalau beruntung saya bisa melihat lumba-lumba yang melompat ria di alam bebas. Tahun 2014 saya sempat menginap di Lovina, tapi karena harus belajar sampai tengah malam untuk ujian praktek memandu wisata, saya dan teman-teman tidak sanggup bangun subuh untuk ke tengah laut melihat lumba-lumba.

Tawaran Bli Yudha selanjutnya membuat kami semua tertarik. Kami bisa pulang ke hotel sekarang, tidur cepat, dan besok kami bangun pagi-pagi buta untuk menempuh perjalanan kurang lebih 3 jam menuju pantai utara pulau Dewata. "Garansi 100% uang kembali kalau ndak ketemu lumba-lumbanya".  Setelah berdiskusi, kami sepakat untuk perjalanan diluar rencana ini. Rencana kami untuk clubbing di Legian malam itu harus dikorbankan dengan tidur lebih cepat.

Bangun pagi itu sulitnya bukan main buat saya. Kalau saya tidak pasang double alarm setiap hari, mungkin saya bisa jadi pemecah rekor telat masuk kuliah atau kerja. Malam hari sebelum tidur saya sudah minta tolong tante saya yang kebetulan sekamar, untuk membangunkan saya sampai benar-benar bangun. Yah, kenyataannya tetap saja saya paling terakhir bangun.

Pukul 03.30 pagi kami berangkat dari Kuta menuju Lovina (telat berangkatnya). Tidur yang tertunda kami lanjutkan di dalam mini van. Saya membayangkan akan duduk di kapal kecil yang bergoyang pelan ditengah laut, melihat matahari terbit dan menunggu munculnya lumba-lumba di permukaan.
Bayangan yang menyerupai mimpi di pagi-pagi buta selama perjalanan. Harapannya sih cuaca cerah dan bersahabat, karena hari pertama kami di Bali benar-benar diberkahi hujan yang awet.

Kami baru tiba di Lovina lewat jam 6 pagi. Saya mulai gelisah dan terus memastikan kalau kami tidak terlambat untuk melihat sunrise dan lumba-lumbanya. Kami segera menuju dua perahu kecil berkapasitas 5 orang yang ditunjuk oleh guide kami. Beberapa kapal sudah terlihat menjauh dari pantai. 30 menit waktu yang kami tempuh sampai ke tengah-tengah laut. Sepanjang perjalanan itu saya benar-benar tidak ingin mengejapkan mata sedikitpun. Angin laut yang lengket menerpa tubuh saya. Langit biru kemerah-merahan, laut biru yang tenang, pantai dan pegunungan sungguh memukau dan membuat merinding. 

Laju kapal mulai diperlambat, saya menyadari bahwa ada puluhan bahkan ratusan perahu kecil lainnya yang mengapung di tengah-tengah laut. Kami menyebar di beberapa titik, menunggu tanda-tanda rombongan lumba-lumba yang akan menjadi kejutan buat kami. Saya mau tidak mau harus bersabar untuk menunggu, apalagi disuguhkan dengan pertunjukan alam pembuka pagi itu: matahari terbit. Siluet-siluet kapal terbentuk dengan indah menghalangi sinar matahari pagi. Rasanya saya seperti berada dalam lukisan hidup.


matahari terbit


Keterpesonaan saya berlangsung cukup singkat, ketika pengendara boat saya (apa istilahnya? nelayan? nahkoda? sepertinya tidak tepat) mengagetkan saya dengan kata 'Lumba-Lumba' yang terucap, sambil menunjuk ke satu arah. Saya tidak dapat melihatnya dengan jelas karena mungkin jaraknya terlalu jauh. Beberapa detik setelahnya, tiba-tiba semua perahu dari berbagai sudut bergerak cepat menuju satu titik yang ditunjuk itu. Pandangan saya ke laut yang kosong tadi menjadi penuh halangan perahu-perahu lain yang bergerombol. Pikiran saya mulai mencerna, bukan ini yang saya bayangkan. Beberapa menit kemudian, hal yang sama terulang kembali. Tiap ada satu kapal yang memberikan tanda kehadiran lumba-lumba di permukaan air, perahu lainnya akan berbalik arah dan tancap gas sekuat-kuatnya ke titik dimana mamalia itu berada. Kok, rasanya perahu-perahu ini, termasuk perahu saya, jadi seperti lalat-lalat yang mengerubungi sampah? Atau orang-orang kehausan ditengah gurun yang baru melihat mata air? Kami berlomba-lomba untuk mengejar lumba-lumba yang menunjukkan kebolehannya berlompat. Sekelompok lumba-lumba yang 'dihampiri' rombongan perahu pun beberapa detik kemudian tidak terlihat lagi (ya takut kali dikejar-kejar).

Perahu-perahu 'lalat' dari kejauhan

Setelah kurang lebih satu jam di tengah laut, memang akhirnya saya melihat dengan jelas beberapa lumba-lumba yang melompat di samping kapal saya. Dan saya akui itu pemandangan yang luar biasa (thanks to lumba-lumba yang udah lompat di depan saya!). Tapi saya tidak bisa merasa senang. Pengalaman ini jauh di luar ekpektasi. Dalam benak saya, kami akan menunggu dengan tenang di tengah laut, tidak bergerak kemana-mana, dan keberuntungan ada di pihak kami kalau lumba-lumba itu tiba-tiba melompat di depan kami. Saya sempat membentak orang yang membawa perahu kami saking kagetnya untuk tidak ikut mengejar lumba-lumbanya. Biarkan mereka berenang bebas tanpa rasa takut oleh manusia. Bayangkan beberapa tahun ke depan, bila kegiatan ini setiap pagi dilakukan. Bila saya jadi lumba-lumba, saya akan mengajak semua keluarga lumba-lumba untuk mencari laut dimana kami dapat melompat dengan aman dan tenang. Bukan menyumpah, tapi setelah itu tidak ada lagi wisata lumba-lumba di Lovina karena mamalia laut ini sudah kabur semua.

Watch the video here for the dolphins!


Pengalaman yang sungguh menarik namun memprihatinkan. Pelajaran berharga bagi saya dan mungkin menjadi peringatan untuk yang lain. Kedepannya saya akan memastikan kegiatan wisata yang saya lakukan tidak akan merusak ataupun mengganggu alam dan seisinya. Cukup pertama dan terakhir kali saya jadi manusia jahat yang mengejar lumba-lumba di alam bebas :)

#SaveTheWorld


Jakarta, 30 Juli 2016


0 comments:

Post a Comment